Pemprov DKI Jakarta melalui Tim Kerja Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) melakukan penguatan kapasitas penggunaan Sistem Registri Nasional (SRN) dan penyusunan Dokumen Rencana Aksi Mitigasi (DRAM) sebagai langkah konkret dalam penyelenggaraan NEK sekaligus pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
“Jakarta sebagai kota global punya tanggung jawab besar menurunkan emisi dan menjaga keberlanjutan,” kata Kepala Biro Pembangunan Lingkungan Hidup Setda Provinsi DKI Jakarta, Iwan Kurniawan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Iwan menambahkan dengan kesiapan tim ke erja dalam melaporkan aksi mitigasi menggunakan SRN yang akan mendukung terselenggaranya NEK di Jakarta, dan diharapkan target Net Zero Emission (NZE) 2050 juga bisa tercapai.
“Penerapan NEK menjadi salah satu instrumen penting dalam mewujudkan target penurunan emisi GRK dan sebagai alternatif pendanaan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menambahkan Pemprov DKI sudah memiliki dasar hukum yang kuat, yakni Peraturan Gubernur No. 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah Yang Berketahanan Iklim, serta Keputusan Gubernur No. 28 Tahun 2025 tentang Tim Kerja Penyelenggaraan NEK.
“Bimtek Penggunaan SRN dan Penyusunan DRAM dilakukan oleh enam Pokja—Perencanaan, Regulasi Kebijakan dan Tata Kelola, Pengelolaan Dana, Implementasi Monitoring dan Evaluasi, Informasi dan Pelaporan, serta Kerja Sama—yang melibatkan seluruh OPD, BUMD, BUMN, dan Kegiatan Usaha. Agar efektif, NEK harus diselaraskan dengan RPJMD, RKPD, dan rencana kerja perangkat daerah, sehingga implementasinya jelas, operasional, dan sejalan dengan pembangunan Jakarta,” katanya.
Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH, Rully Dhora Carolyn, menekankan bahwa setiap aksi mitigasi perlu dilakukan Measurement, Reporting, Verification (MRV), dan melaporkannya ke Sistem Registrasi Nasional (SRN) Perubahan Iklim melalui laman sm.menlhk.go.id.
“Kementerian Lingkungan Hidup menerbitkan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK (SPE-GRK), dimana Sertifikat ini bisa diperdagangkan dalam skema karbon, sehingga menghasilkan pemasukan berbasis insentif hijau sekaligus memperkuat reputasi Jakarta sebagai kota global ramah lingkungan,” kata Rully.
Ia juga menyebutkan perdagangan karbon merupakan langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan kota sekaligus mendukung pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia dan target NZE 2050.