Tepi Barat terancam terbelah dua setelah pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu menyetujui pembangunan ribuan unit hunian di kawasan Mevaseret Adumim (E1) yang akan menghubungkan permukiman ilegal Maale Adumim dengan Yerusalem Timur.
Padahal, Dewan Keamanan PBB melalui Resolusi 2334 pada Desember 2016 telah menuntut Israel menghentikan aktivitas permukiman ilegal di wilayah pendudukan tersebut. Namun, Israel menolak mematuhi ketentuan itu.
“Hari ini adalah hari yang sangat penting. Kota Maale Adumim akan berlipat ganda, dalam lima tahun, 70 ribu orang akan tinggal di sini. Ini adalah perubahan besar,” kata Netanyahu.
“Ada janji lain yang akan kami tepati. Kami katakan: tidak akan ada negara Palestina — dan memang tidak akan ada! Tempat ini milik kami. Kami akan menjaga warisan, tanah, dan keamanan kami,” kata Netanyahu dalam acara penandatanganan perjanjian pembangunan di Maale Adumim, Kamis (11/9).
Pada 8 Agustus lalu, kepala otoritas keuangan Israel Bezalel Smotrich, yang juga pemimpin partai ultra-kanan Religious Zionism, mengatakan otoritas Israel tengah berupaya “menghapus negara Palestina.”
Enam hari kemudian, pada 14 Agustus, Smotrich menyetujui pembangunan permukiman Yahudi di kawasan E1 dekat Yerusalem Timur dalam upaya memisahkan kota tersebut dari Tepi Barat.
Komite Administrasi Sipil Israel untuk Yudea dan Samaria — sebutan Israel untuk Tepi Barat — juga telah menyetujui pembangunan 3.400 unit rumah di kawasan Mevaseret Adumim.