LPSK di Bali jemput bola pendataan penyintas terorisme

LPSK di Bali jemput bola pendataan penyintas terorisme 

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengadakan sosialisasi penanganan korban terorisme masa lalu di Denpasar, Bali, Kamis, untuk melakukan upaya jemput bola pendataan penyintas kejahatan terorisme.

“Kegiatan sosialisasi ini merupakan bagian dari upaya kita bersama untuk menyampaikan informasi, mendorong untuk pengajuan permohonan, serta untuk memastikan terpenuhinya hak-hak korban, termasuk pemulihan,” kata Ketua LPSK Achmadi, didampingi Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya.

Dia menyatakan terorisme merupakan tindak pidana yang meninggalkan dampak panjang bagi para korbannya tidak hanya dari sisi fisik, namun juga psikologis, sosial, dan ekonomi.

Dalam konteks itulah, LPSK hadir, sebagai lembaga negara yang diberi mandat untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak saksi dan korban, termasuk korban tindak pidana terorisme.

Dia menjelaskan melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, negara telah membuka ruang yang sangat progresif bagi korban tindak pidana terorisme masa lalu (yakni korban dari peristiwa terorisme sebelum Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 berlaku) yang juga berhak mendapatkan kompensasi, bantuan medis, rehabilitasi psikologis dan psikososial.

Dalam kurun waktu 2016 hingga 2024, LPSK telah menyalurkan hak kompensasi sebesar Rp113 miliar lebih kepada 785 orang korban, baik melalui putusan pengadilan (213 orang) maupun mekanisme khusus (non pengadilan) bagi korban terorisme masa lalu (572 orang).

“Kami menyadari, masih banyak korban yang belum sempat mengakses hak tersebut, karena adanya batas waktu pengajuan selama tiga tahun yang diatur dalam undang-undang,” kata Ahmadi.

Namun, berkat perjuangan dan dorongan dari banyak pihak terutama para penyintas, pendamping hukum, aturan pembatasan tersebut telah diuji secara konstitusional.

Pada tahun 2023, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 103/PUU-XXI/2023 atas pengujian materiil Pasal 43L ayat (4) UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang memperpanjang batas waktu pengajuan kompensasi dan bantuan bagi korban hingga 22 Juni 2028.

“Putusan ini tentu menjadi momentum penting. Tidak hanya membuka ruang keadilan, tetapi juga menjadi

bentuk nyata bahwa negara memperhatikan dan peduli terhadap hak-hak korban yang belum terpenuhi,” katanya.

Oleh karena itu, kegiatan sosialisasi itu, kata Achmadi, merupakan bagian dari upaya kita bersama untuk menyampaikan informasi, mendorong untuk pengajuan permohonan, serta untuk memastikan terpenuhinya hak-hak korban termasuk pemulihan.

Negara dalam hal ini melalui LPSK, BNPT dan instansi terkait yang berwenang berkomitmen untuk terus melayani, melindungi dan memperjuangkan hak para

korban, kolaborasi dengan organisasi penyintas, masyarakat sipil, dan tidak kalah pentingnya peran mitra di daerah demi hak dan kepentingan bagi korban.

https://outsidecontrol.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*